Selasa, 26 Juni 2012

Sebelum kepergian papa


Mungkin selalu ada beberapa tanda-tanda atau sebuah petunjuk berupa mimpi dan sebagainya jika ingin ditinggalkan untuk selamanya oleh orang terdekat.
Tapi, ini tidak. Sebelum meninggalnya alm. mama ku dulu aku mendapatkan tanda-tanda itu sendiri walaupun hanya berupa suara burung gagak di atas rumahku H-2 sebelum akhirnya mama meninggal. Berbeda dengan mama, sebelum papa meninggal tidak ada kejadian atau tanda-tanda aneh.
Namun, sikap papa selama 3 bulan terakhir bisa dibilang sangat manis.
Sangat manis dalam memperlakukan semua anggota keluarga terutama aku.
Aku anak perempuan papa satu-satunya, "anak kesayangan papa" ia menyebutnya demikian.
Dari aku kecil, papa memang selalu menuruti semua keinginanku.
Selama 3 bulan terakhir, setiap malam papa selalu ikut menonton TV dikamarku. Padahal dikamar nya pun ada TV. Papa selalu ikut menonton sinetron atau film yang biasa aku tonton.
Sambil ada obrolan dan candaan kecil disetiap malam dikamarku.
Papa juga jadi lebih sering mengajakku makan berdua atau pergi berdua keluar rumah.
Beberapa malam papa sering bermain gitar kemudian aku yang menyanyi. Menyanyi lagu-lagu di era jaman papa yang sekarang pun masih sering didengar.
Bukan hanya itu, Papa jadi sering menasihati ku seputar urusan mencari pacar. Bahkan papa menyuruh aku membawa pacar kerumah dan mengenalkannya pada papa.

Aku sering bertanya pada papa "papa sayang nggak sama ade?".
dia menjawab diiringi oleh tawa ya sayang dong, anak perempuan papa satu-satunya yang paling bawel gini
papa juga pernah bertanya padaku, "de, kalo misalnya papa meninggal, kamu nangis nggak?
Aku tidak pernah menjawabnya lalu mencari bahan obrolan lain.

Hri jumat tanggal 1 Juni, aku sudah melihat perubahan sikap papa jadi yang lebih menyebalkan dari biasanya. Papa juga nggak nonton TV bahkan masuk ke kamarku seperti biasanya. Sampai pada hari Minggu 3 Juni, ada keributan kecil dirumah.
Dan aku memilih untuk pergi menenangkan diri selama beberapa hari.
Papa memohon padaku "de, jangan pergi. kamu mau kemana? disini aja, papa nggak tau bakal jadi apa kalo kamu pergi. Kamu tau kan semangat hidupnya papa tuh cuma kamu?"
Namun aku tetap pergi, tanpa berani menatap mata papa aku pamit pergi.
Papa nggak mencegah atau menghalangi aku pergi bawa tas ukuran sedang berisi baju-baju untuk beberapa hari. Tapi papa meminta aku mencium tangannya.
"salim sama papa" begitu katanya. Lalu aku pun mencium telapak tangannya dan pergi.

Keesokan harinya, aku berangkat ke kantor.
Dan saat itu sedang chat di email sama salah satu Om ku yang juga adiknya papa.
Aku disuruh pulang cepat, karena papa sakit.
Tapi, aku tidak berusaha meminta ijin pulang cepat dari kantor.
Karna aku pikir papa hanya sakit biasa.
Sore nya saat sampai dirumah, Papa terbaring di atas tempat tidur, Nenekku membacakan yassin di sebelah papa.
Mata papa terpejam, Dari situ bisa kelihatan papa sulit untuk bernafas, karena terdengar berat sekali suara ia mengambil nafas.
kata-kata yang paling aku benci kini aku dengar lagi, setelah hampir satu setengah tahun aku berusaha melupakan kalimat itu. "PAPA KOMA".
Saat itu aku masih berusaha tenang, menahan tangisku. Karena aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa tidak akan terjadi apa-apa pada papa.
Aku berusaha mengajak papa bicara "papa, ini ade. Ade udah pulang pa. Maafin ade ya pa, Papa kenapa kayak gini? Bangun pa, ade udah pulang".
Yap dan seketika aku tidak bisa membendung lagi air mata di pelupuk mata ini.
Tidak ada reaksi dari papa.
Aku membacakan yassin dan "La illahailallah" di telinga papa. Juga tidak ada reaksi.
Malamnya papa di bawa ke salah satu rumah sakit. Namun papa dibawa kembali pulang kerumah.
Dan saat itu aku semakin lemas, mendengar kabar dan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Beberapa rumah sakit tidak menerima papa, tim medis hanya mengecek di laboratorium dari urine papa, setelah hasilnya ada. Mereka bisa ambil kesimpulan yang sama sekali sebetulnya tidak berhak berbicara seperti itu layaknya tuhan.
"Maaf, disini nggak bisa terima. Udah susah pak kalau seperti ini, mungkin tinggal nunggu waktu aja saya nggak bisa pastiin di rawat disini pun kondisi nya bisa membaik, mungkin disini bisa koma seminggu, sebulan atau bahkan lebih"
Papa dibawa lagi kerumah, masih dalam kondisi yang sama.
Namun, kaki dan badan papa sudah berubah tidak biru lagi, udah merah seperti biasanya.
Semua keluarga pun agak lega. Nafas papa juga udah nggak terlalu kedengaran berat.
Besoknya semua keluarga kumpul, udah mengikhlaskan papa bagaimana pun keadaan nya biar diberikan yang terbaik untuk papA.

Oiya, papa itu sakit ginjal dan liver, baru ketahuan setelah di test urine di laboratorium itu.
Fungsi ginjal dan livernya juga udah jauh beratus ratus kali lipat melebihi batas normalnya.
Aku dan beberapa anggota keluarga lain tidur diluar kamar, berjarak kurang lebih 3 meter dari papa. Jadi masih bisa ngeliat jelas kondisi papa.
Keesokan harinya saat aku bangun, langsung kaget di bangunin karena Papa udah nggak bernafas lagi.
Aku memegang tangan papa, masih hangat. Namun, urat nadi nya udah nggak berdenyut, dan nafasnya udah nggak berhembus.
Saat itu nggak langsung nangis kayak waktu mama yang meninggal.
Masih beneran nggak nyangka, papa udah nggak ada.
Nggak lama kemudian baru, seakan-akan kayak di Tampar dan sadar kalo ini semua itu nyata.
Satu yang terlintas saat itu adalah yah udah nggak punya siapa-siapa, udah nggak punya orang tua. Terus jadi mikir kemana-mana.
Dan kenapa harus secepat ini ditinggalin sama semuanya. sama mama, sama papa.
Baru aja niat beliin sesuatu barang buat papa pake hasil uang kerja sendiri. Tapi belum sempet ngelakuinnya, allah udah berkehendak.

Tapi inilah jalan takdirnya. Suka nggak suka harus tetap diterima.
Mau nggak mau, hidup pun harus tetap berjalan. Dengan atau tanpa mereka, tanpa papa dan mama.
Jangan ditanya rasanya kayak gimana, jangan ditanya juga gimana cara nya biar bisa ngejalanin dan nerima ini semua.
Karna kalian nggak akan tau dan ngerasain gimana rasanya sebelum kalian yang mengalaminya.
nggak ada maksud apa-apa, cuma mau berbagi cerita dan ngeshare aja.
Semoga setelah kalian baca postingan ini atau postingan aku sebelum-sebelumnya bisa lebih memanfaatkan waktu lagi bersama mereka orang terdekat dan orang tercinta kalian.
Karena, umur orang cuma allah yang tau. Sewaktu-waktu kapanpun itu allah bisa mengambil mereka dari kita :)




Tanggal 6 Juni 2012


Ketakutan dan kekhawatiranku pun terjadi. Ayah, orang tua satu-satunya yang kini ku miliki sudah kembali ke sisi-Nya. Pukul 05.15 Rabu Pagi hembusan nafasnya terhenti, detak jantungnya tak berdegup lagi. Aku masih tertidur saat nenekku mengetahui hal itu lebih dahulu. Saat aku di bangunkan aku kaget dan sontak melompat ke kamar ditempat ayahku di baringkan selama koma 2 hari silam.
Kami. aku kakak, nenek dan kerabat keluarga menjaga papa dari luar kamarnya, kami berempat tidur diluar kamar dan memastikan bisa melihat kondisi papa dari jarak itu. Namun, Saat kakekku keluar rumah untuk sholat shubuh di mushola komplek seperti biasa. Mungkin saat itu pula hembusan nafas terakhir papa.
Begitu di beritakan kalau ayahku sudah tidak ada, aku duduk di sebelah tempat tidurnya. Berusaha sekuat tenaga menahan jatuhnya air mata ini. Berhasil hanya beberapa saat saja. Kemudian tumpah begitu derasnya. Aku memegang tangan papa, berusaha mencari denyut nadi nya. Sudah tidak ku temukan. Ku coba lagi dan lagi. Namun tidak berhasil. Aku meletakkan jari ku tepat di depan lubang hidung papa. Namun tidak ada nafas yang berhembus. Innalillahi wa innailaihi ro'jiun papa sudah di ambil oleh allah, Pulang kembali ke sisi-Nya.

Semua terlalu cepat. Semua pergi menghilang.
Mama, lalu kini Papa pun pergi.
Entah, apa rencana tuhan dibalik semua ini?
Satu persatu meninggalkan aku, yang sebenarnya masih sangat membuthkan kehadiran mereka untuk terus mengajariku dan membimbing ku dalam banyak hal.
Satu persatu kian berlalu dan pergi tak mungkin kembali pulang dan kami berkumpul lagi.
Entahlah, mungkin aku pernah membuat kesalahan fatal sehingga allah membiarkan ini semua terjadi padaku.

Menjadi Yatim Piatu, tidak pernah sedikitpun terpikirkan akan menyandang predikat Anak Yatim Piatu di Umur ku yang belum beranjak genap 18 tahun.
Kepergian mama satu tahun lalu, Seakan memberikanku satu tamparan yang begitu kencang, membawa kepedihan yang hingga kini belum bisa ku lupakan.
Kini, aku seakan menerima beribu ribu tamparan di hidupku, Diwajahku.
Satu rasa kehilangan yang meninggalkan berjuta-juta rasa pedih didalam diri ini, Entah sampai kapan luka ini akan pergi dan aku akan sembuh dari segala rasa bayang-bayang penyesalan dimana-mana.
Sampai kapan hingga pada waktunya aku akan berdiri lagi lalu menyadari kalau hidup ini tidak berhenti sekalipun telah ditinggal mati oleh kedua orang yang sangat teramat aku cintai, Kedua orang tuaku.

Inikah Hidup yang "Sesungguhnya?"

Seiring berjalannya waktu, seiring bertambahnya usia.
Secara tidak langsung semuanya bertambah.
Bertambah dalam arti tidak hanya 'positif' namun juga ke sisi yang 'negatif' itu manusiawi. Jika manusia mengalami perubahan yang bertahap namun tetap sejalan dengan dinamika dan masih dalam batasan yang rasional.
Perubahan itu PASTI ada. Tinggal kita yang bisa melihat dan mengartikan itu. Perubahan yang membawa ke sisi positif atau sebaliknya.

Sejauh ini, sebatas mata memandang. Sebisa telinga mendengar. Aku dan (terpaksa) cara berpikir ku menjadi lebih logis.
Melihat dunia ini lebih luas. Keluar dari lingkungan yang dari dulu 'itu-itu saja' kini aku mencoba mengepakkan sayap ku untuk terbang dan berkeliling lebih jauh lagi. Melihat dari segi lain dan sisi berbeda.
Dimana menjelang usia 18 tahun banyak sekali perjalanan dan pelajaran selama hidup.
Ada sebuah kebaikan yang janggal.
Ada sebuah kebohongan dibalik kejujuran.
Ada sebuah kejadian dibalik peristiwa nyata.
Ada sebuah dusta dibalik rasa cinta.
Ada orang yang bermuka dua dengan meminta belas kasihan untuk dicinta.
Ada orang hobby mengadu "domba" padahal ia tak mengerti apa-apa.
Tragis bukan? Inikah hidup yang sesungguhnya?
Inikah dunia? Yang semakin jelas banyak kesalahan dan orang-orang tak berharga tapi selalu menuntut untuk dihargai orang?
Yang banyak orang gila harta dan tahta hanya untuk sebuah kesenangan dan kebahagiaan di dunia yang fana.
Terkadang kedua mata ini tidak cukup melihat itu semua.
Mata hati yang memperlihatkan kesaksian itu. Asli atau palsunya. Benar atau tidaknya dan kejujuran atau kebohongannya.

Yang aku tau, menilai orang memang tidak baik, jika hanya melihat dari luarnya saja. Karena, belum tentu luarnya buruk namun dari dalam hatinya baik. Berhati-hatilah memilih teman. Pilih dan pertahankan dia yang selalu berusaha mendengarkan keluhanmu. Bukan untuk memberi kamu saran namun kamu sendiri tidak suka melakukannya. Terkadang, kita hanya perlu seorang temen untuk sekedar mendengar keluhan. Bukan untuk ikut campur menyelesaikannya.
Dia yang menerima segala bentuk kekuranganmu dan tidak pernah selangkah pun beranjak melangkah meninggalkanmu pantas kau beri penghargaan sebuah predikat berlabelkan “A True Best Friend”