Ini bukan rindu. Ini rintik yang menyebut namamu. Bahkan dalam tidur, bahkan dalam mimpi. Bahkan dalam bilur, dan luka di hati.
Ini bukan rindu. Ini adalah senyum yang mengembang. Rasa yang terkekang. Luka yang meradang, dan jarak yang menghadang.
Ini bukan rindu. Ini adalah jejak-jejak cinta. Menapak pelan dalam hening. Membulat, membuat dan membekas.
Ini bukan rindu. Aku hanya memeluk imajinasi. Walau perih. Meski tertatih. Berharap kau di sini. Sampai pagi.
Ini bukan rindu. Aku hanya bercengkerama dengan angin. Dengan angan. Dengan bayang-bayang. Dengan kamu. Walau semu.
Ini bukan rindu. Aku hanya memilah, memilih, dan memaki kenangan. Mengapa ia harus mengetuk pintu saat aku tak ingin tamu?
Ini bukan rindu. Ini hanya hati yang bermasalah dengan hati. Mencoba berhati-hati namun logika kalah di jurang hati.
Kata Bercerita
Ketika hati berkata, Sebuah kisah yang tercipta akan bercerita. Menjelaskan semua fakta didalamnya.
Rabu, 27 Februari 2013
Selasa, 26 Februari 2013
Kakek dan Teknologi
Satu keluarga sedang makan malam. Mereka bahagia dan tertawa-tawa gembira. Si Ibu keselek saking senangnya. Oh, masing-masing tertawa pada layar hape. Selama makan malam, yang terdengar hanya denting sendok garpu, minuman yang disedot, cekikikan kecil, dan suara keypad handphone. Harmonis kah?
Papa sibuk kirim imel, mama main Facebook, anak pertama ngakak baca update-an Twitter, anak kedua menyumpal kuping dengan earbud, gembira sekali. Anak bungsu bibirnya monyong-monyong. Lagi membantai tentara Iraq di PSP, katanya. Ow, nenek gak mau kalah! Dia dengerin radio, dari hape juga.
Kakek memperhatikan mereka satu per satu. Bibir menyunggingkan senyum. Tapi mata menyiratkan duka. Dia melirik satu majalah, dan membaca judulnya, pelan. Untung judul artikel itu hurufnya besar. Kakek tak membutuhkan kacamata bacanya.
Papa sibuk kirim imel, mama main Facebook, anak pertama ngakak baca update-an Twitter, anak kedua menyumpal kuping dengan earbud, gembira sekali. Anak bungsu bibirnya monyong-monyong. Lagi membantai tentara Iraq di PSP, katanya. Ow, nenek gak mau kalah! Dia dengerin radio, dari hape juga.
Kakek memperhatikan mereka satu per satu. Bibir menyunggingkan senyum. Tapi mata menyiratkan duka. Dia melirik satu majalah, dan membaca judulnya, pelan. Untung judul artikel itu hurufnya besar. Kakek tak membutuhkan kacamata bacanya.
Senin, 25 Februari 2013
Anak Kecil, Payung Besar
Anak kecil. Berbaju merah berpayung biru. Air di wajahnya bukan hujan, tapi peluh. Terengah mencari uang saku.
Anak kecil. Berbaju merah berpayung biru. Kecipak air di tiap langkah tanpa sepatu. “Ojek payungnya, Pak, Ibu?” Aku terharu.
Anak kecil. Berbaju merah berpayung biru. Langkah tersaruk, payung menutup lemah. Hujan sudah reda.
Anak-anak kecil. Payung-payung besar. Rintik-rintik kecil. Harapan-harapan besar. Dan wajah-wajah lapar.
Anak kecil berpayung besar. Tangan kecil, keriput dan gemetar. Menggumam berkerincing. Uang receh jatuh berdenting.
Anak kecil. Berbaju merah berpayung biru. Kecipak air di tiap langkah tanpa sepatu. “Ojek payungnya, Pak, Ibu?” Aku terharu.
Anak kecil. Berbaju merah berpayung biru. Langkah tersaruk, payung menutup lemah. Hujan sudah reda.
Anak-anak kecil. Payung-payung besar. Rintik-rintik kecil. Harapan-harapan besar. Dan wajah-wajah lapar.
Anak kecil berpayung besar. Tangan kecil, keriput dan gemetar. Menggumam berkerincing. Uang receh jatuh berdenting.
Minggu, 24 Februari 2013
Tertunda
Ada yang seharusnya punah sebelum hati menjadi patah. Mungkin namanya asa. Ada yang seharusnya diberikan, tapi masih disimpan Tuhan. Mungkin namanya kesempatan. Ada yang seharusnya dihentikan, sebelum luka jadi lintasan perjalanan. Mungkin namanya perasaan. Barangkali hati terlalu cepat jatuh pada waktu yang tak tepat. Bukan objeknya yang salah, tapi mungkin kali ini aku harus mengalah. Kesempatan yang tadinya terlihat begitu jelas, kini hilang semudah melayangnya kertas
Bukan salahmu yang mungkin seperti tak menghargai perasaan. Salahku, yang berharap hanya pada kebetulan. Bukan salahmu yang tak juga sadari keberadaan. Salahku, terlalu lama di dalam tempat persembunyian. Hingga pada akhirnya semua kata kunci membawaku pada sebuah kenyataan yang harus dijalani. Bahwa meski belum dimiliki, namun ada yang telah kauberikan kepadanya dengan sepenuh hati. Entah kesempatan yang memang belum ada, atau aku mungkin sudah pernah melewatkannya.
Bukan salahmu yang mungkin seperti tak menghargai perasaan. Salahku, yang berharap hanya pada kebetulan. Bukan salahmu yang tak juga sadari keberadaan. Salahku, terlalu lama di dalam tempat persembunyian. Hingga pada akhirnya semua kata kunci membawaku pada sebuah kenyataan yang harus dijalani. Bahwa meski belum dimiliki, namun ada yang telah kauberikan kepadanya dengan sepenuh hati. Entah kesempatan yang memang belum ada, atau aku mungkin sudah pernah melewatkannya.
Sabtu, 23 Februari 2013
Yang Hanya Bisa Diam, Saat Semua Berbicara.
Ada orang yang begitu pandai berbicara, apa yang ingin diungkapkan dengan mudah bisa dikatakan. Seolah apa yang semuanya dari mulut ia keluarkan akan menyenangkan orang yang diajak berbicara. Saling memandang mata, sesekali lawan bicaranya tersenyum karena sebuah lelucon lucu. Sampai kadang baru pertama mengenal, tak perlu waktu lama untuk membuat seseorang bisa menceritakan hal yang sebenarnya terlalu pribadi untuk diceritakan pada orang yang baru dikenal, karena dianggap dapat dipercaya untuk diajak bicara. Menyenangkan katanya, menemukan orang yang tak henti terus bicara, membuat perkenalan terasa sebagai obrolan biasa dua sahabat lama yang sudah lama tak berjumpa.
Jumat, 22 Februari 2013
Padamu, Aku Belum Berhenti.
Jika memang semua yang terjadi karena alasan, entah apa yang menjadi alasannya kali ini dibalik semua yang Tuhan rencanakan.
Inginku tak lagi engkau yang memenuhi kepala, tak lagi semua tentangmu yang terus merasuk dalam dada sampai sesak aku seketika. Inginku tak lagi engkau yang kuingat terakhir sebelum terlelap, atau yang kuingat pertama ketika terjaga. Inginku tak lagi apapun tentangmu yang membuatku sulit untuk melanjutkan hidup.
Masih padamu aku tertuju, setelah apa yang pernah terjadi antara kita, seharusnya aku membencimu sejak lama. Namun ternyata benci, tak lebih besar dari cinta yang padamu masih kurasa. Masih padamu aku berharap, bahwa kau lah yang ditakdirkan Tuhan untuk padaku selalu dekat. Masih padamu aku menggantukan diri, percaya bahwa hanya kau yang mampu membuatku merasa tak lagi sendiri.
Inginku tak lagi engkau yang memenuhi kepala, tak lagi semua tentangmu yang terus merasuk dalam dada sampai sesak aku seketika. Inginku tak lagi engkau yang kuingat terakhir sebelum terlelap, atau yang kuingat pertama ketika terjaga. Inginku tak lagi apapun tentangmu yang membuatku sulit untuk melanjutkan hidup.
Masih padamu aku tertuju, setelah apa yang pernah terjadi antara kita, seharusnya aku membencimu sejak lama. Namun ternyata benci, tak lebih besar dari cinta yang padamu masih kurasa. Masih padamu aku berharap, bahwa kau lah yang ditakdirkan Tuhan untuk padaku selalu dekat. Masih padamu aku menggantukan diri, percaya bahwa hanya kau yang mampu membuatku merasa tak lagi sendiri.
Kamis, 21 Februari 2013
Kosong
Diantara spasi ada jeda, ada apa yang harusnya disitu tak terbaca, atau harusnya memang tak ada.
Diantara dua ada satu yang lapang, ruang hampa tanpa terisi apa-apa. Tak teraba oleh kasat mata.
Dari harap yang entah seberapa mungkin, kau lenyap yang membuatku getir. Dalam banyaknya kau hamburkan, dari sedikitnya tetap kau pertanyakan. Kadang saat suara beradu, tak terhitung nanti berapa banyak yang menyekap malu.
Kami bicara dalam hening sendiri, terdengar jelas detak dari jam di dinding kelam. Seolah mendesak, kaku diam tak bergerak. Cahaya dari luar jendela menerangkan sedikit ruang yang ada, gulita masih setia tersisa.
Sepi dalam hati itu kupastikan, ketika ramai sekelilingmu ada merayakan, tapi disana tak ada satu yang kau rindukan
Diantara dua ada satu yang lapang, ruang hampa tanpa terisi apa-apa. Tak teraba oleh kasat mata.
Dari harap yang entah seberapa mungkin, kau lenyap yang membuatku getir. Dalam banyaknya kau hamburkan, dari sedikitnya tetap kau pertanyakan. Kadang saat suara beradu, tak terhitung nanti berapa banyak yang menyekap malu.
Kami bicara dalam hening sendiri, terdengar jelas detak dari jam di dinding kelam. Seolah mendesak, kaku diam tak bergerak. Cahaya dari luar jendela menerangkan sedikit ruang yang ada, gulita masih setia tersisa.
Sepi dalam hati itu kupastikan, ketika ramai sekelilingmu ada merayakan, tapi disana tak ada satu yang kau rindukan
Rabu, 20 Februari 2013
Sentuhan Hujan
Hujan meringkuk jadi pembatas buku
jejak-jejaknya basahi rambut kusutmu.
Hujan berjingkat di pekaranganmu.
Menyemai pagi yang manisnya tak semu.
Hujan menyapa malam-malammu.
Lewat deras rinainya ia menyapamu.
"Nak, mulailah bangun rumahmu.
Agar bisa berlindung dari gigilku."
jejak-jejaknya basahi rambut kusutmu.
Hujan berjingkat di pekaranganmu.
Menyemai pagi yang manisnya tak semu.
Hujan menyapa malam-malammu.
Lewat deras rinainya ia menyapamu.
"Nak, mulailah bangun rumahmu.
Agar bisa berlindung dari gigilku."
Jumat, 25 Januari 2013
Jangan lari, pelarianmu ada disini
Teruntuk seseorang yang selalu menjadikanku sebagai pelarian.
Hai, aku pikir kehilangan kamu adalah hal paling menyiksa, tapi ternyata menunggumu kembali itu lebih melukai.
Aku sadar diri dan cukup tahu diri untuk nggak berharap lebih, tapi kenapa mengingatmu selalu menyisakan perih?
Rasa sakitnya mungkin masih terasa, tapi itu semua langsung jadi sirna saat aku tahu kamu udah bahagia, walau sama dia.
Buat aku, kebahagiaan yang dulu pernah kita bangun sama-sama udah nggak akan pernah sama sekalipun kita ditakdirin untuk berusaha saling bahagia berdua.
Semuanya udah beda, sekalipun rasa sayang aku ke kamu dari dulu sampai sekarang tetap sama.
Kamu tahu? Satu kata yang mendeskripsikan segala rasa rindu yang tak pernah bertemu.
Aku egois, yang aku tahu bahagia ku Cuma karena kamu juga bahagia.
Aku ini orangnya pelit, makanya aku nggak rela kalau kamu di bagi-bagi sama orang lain, aku mau kamu Cuma buat aku aja.
Salah?
Selasa, 22 Januari 2013
Ibu Suri
Teruntuk Ibu Suri, @deelestari
Selamat hari selasa, Ibu suri.
Khawatir jika aku mengucapkan selamat pagi, tapi kamu membacanya saat siang, jika aku mengucapkan selamat siang, tapi kamu membacanya saat malam dan begitulah seterusnya. Aku pun khawatir jika surat yang begitu sederhana ini tidak sempat kamu baca. Tapi, tenang. Aku menulis surat ini bukan hanya untuk kau baca ibu suri. Aku hanyalah salah seorang dari ribuan bahkan jutaan pengagum semua tulisanmu, aku hanyalah seorang remaja yang sedang tergila-gila dengan dunia tulis menulis di era nya.
Ibu suri, surat ini pasti akan berlabuh di tab mentionmu, tapi aku tidak dapat memastikan apakah kau akan berniat membuka lalu membacanya sampai kalimat terakhir. Jika boleh berbicara jujur, aku ingin sekali bertemu langsung denganmu ibu suri. Aku akan bercerita sedikit banyak tentang kegilaanku pada semua tulisanmu, tentu saja jika kau berkenan.
Pertama kali aku membaca sebuah karyamu, melalui buku pinjaman dari seseorang. Tanpa perlu berlama-lama aku langsung jatuh hati pada ceritamu, gaya bahasamu, dan bagaimana kamu mendeskripsikan sebuah karakter. Aku membaca habis hingga halaman terakhir, bahkan berulang kali aku membacanya. Lalu, karena saat itu aku masih sekolah, aku mengumpulkan uang jajanku untuk membeli sebuah novel yang kau tulis. Saat itu aku membeli novel perahu kertas, dan aku menemukan sosok yang sama persis dengan diriku. Melihat sosok Kugy aku seperti sedang bercermin. Kemudian, sejak saat itu aku menggolongkan diriku menjadi aDEEction. Mungkin kau tahu persis, berapa harga novel-novelmu yang tebal itu. Bukan harga yang murah bagi para pelajar dengan uang saku yang seadanya. Aku menyisihkannya sedikit demi sedikit hanya untuk membeli satu paket buku novel seri supernova (KPBJ, Akar, Petir dan Partikel) aku membacanya sampai halaman terakhir, dan aku menunggu novel lanjutan dari Partikel ya ibu Suri.
Selamat hari selasa, Ibu suri.
Khawatir jika aku mengucapkan selamat pagi, tapi kamu membacanya saat siang, jika aku mengucapkan selamat siang, tapi kamu membacanya saat malam dan begitulah seterusnya. Aku pun khawatir jika surat yang begitu sederhana ini tidak sempat kamu baca. Tapi, tenang. Aku menulis surat ini bukan hanya untuk kau baca ibu suri. Aku hanyalah salah seorang dari ribuan bahkan jutaan pengagum semua tulisanmu, aku hanyalah seorang remaja yang sedang tergila-gila dengan dunia tulis menulis di era nya.
Ibu suri, surat ini pasti akan berlabuh di tab mentionmu, tapi aku tidak dapat memastikan apakah kau akan berniat membuka lalu membacanya sampai kalimat terakhir. Jika boleh berbicara jujur, aku ingin sekali bertemu langsung denganmu ibu suri. Aku akan bercerita sedikit banyak tentang kegilaanku pada semua tulisanmu, tentu saja jika kau berkenan.
Pertama kali aku membaca sebuah karyamu, melalui buku pinjaman dari seseorang. Tanpa perlu berlama-lama aku langsung jatuh hati pada ceritamu, gaya bahasamu, dan bagaimana kamu mendeskripsikan sebuah karakter. Aku membaca habis hingga halaman terakhir, bahkan berulang kali aku membacanya. Lalu, karena saat itu aku masih sekolah, aku mengumpulkan uang jajanku untuk membeli sebuah novel yang kau tulis. Saat itu aku membeli novel perahu kertas, dan aku menemukan sosok yang sama persis dengan diriku. Melihat sosok Kugy aku seperti sedang bercermin. Kemudian, sejak saat itu aku menggolongkan diriku menjadi aDEEction. Mungkin kau tahu persis, berapa harga novel-novelmu yang tebal itu. Bukan harga yang murah bagi para pelajar dengan uang saku yang seadanya. Aku menyisihkannya sedikit demi sedikit hanya untuk membeli satu paket buku novel seri supernova (KPBJ, Akar, Petir dan Partikel) aku membacanya sampai halaman terakhir, dan aku menunggu novel lanjutan dari Partikel ya ibu Suri.
Langganan:
Postingan (Atom)