Jumat, 16 November 2012

Surat Untuk Mama dan Papa

Hai mama dan papaku.
Sudah lama tidak menyapa kalian dengan panggilan seperti itu.
Rasanya lidahku mulai canggung untuk menyebutkan kata "Mama" dan "Papa"
Mungkin karena sudah cukup lama aku tidak mengucapkannya secara langsung, hanya didalam hati saja.
Bagaimana keadaan kalian disurga sana?
Tentunya kalian sudah bertemu dan kembali hidup berdua seperti dulu kan?
Aku senang membayangkannya.

Mama, Papa.
Sudah lama tidak bercerita dengan kalian.
Aku belum tahu bagaimana caranya mengirimkan surat ini kerumah allah.
Aku hanya menuliskan disini dan berharap diatas sana tuhan memberikan fasilitas internet untuk umatnya.
Atau fasilitas apa saja yang membuat surat ini dapat kalian baca.

Ma, Pa.
Kabarku baik-baik saja.
Lebih tepatnya, sedang berusaha untuk tetap baik-baik saja.
Walau tanpa kehadiranmu nampaknya semua ini tiada artinya.

Ada satu yang benar ku mengerti setelah kalian pergi.
Seperti kata mama dulu, Bahwa pelajaran membentuk karakter dan mental yang kuat adalah dengan cara menumpang hidup dirumah orang lain.
Dan kini, aku mengerti betul arti ucapanmu dulu, ma.

Sejak satu setengah tahun ini aku hidup menumpang dirumah aki dan nini.
Mereka memang bukan orang asing, mereka memang kakek dan nenek kandungku.
Tapi tetap saja semua berbeda, ma. Sangat jauh berbeda keadaannya saat aku masih tinggal bersamamu.
Awalnya, aku memang nampak seperti mahluk kecil yang lemah disini.
Tidak jarang mentalku goyah dan membuatku tidak sanggup untuk melanjutkan ujian ini.
Nini mendidikku dengan keras disini. Seringkali perkataannya membuatku sakit hati dan tiba-tiba mata ini memanas lalu mengeluarkan air mata.
Bahkan, aku sering berniat untuk pergi dari rumah ini dan sudah membereskan beberapa pakaianku ke dalam tas.
Namun, aku urungkan niatku itu. Semata-mata hanya untuk mama.
Aku tahu, mama tidak pernah menginginkan aku melakukan hal itu. Betul kan ma?
Hingga aku berhasil melewati waktu satu tahun hidup disini.
Sepertinya, mentalku sekarang sudah jauh lebih kuat, ma.
Aku hampir tidak pernah bertengkar dengan nini.
Kini aku tahu, bagaimana cara menyikapi nini saat sedang marah dan bagaimana cara mengambil hatinya agar ia senang.
Aku dan nini menjadi dekat, ma.
Nini memang galak, tapi akhirnya aku sadar kalau ia hanya ingin mendidikku menjadi anak perempuan yang tegar.

Tapi, semua berubah saat akhirnya papa pun ikut pergi meninggalkan aku sendirian disini.
Selama ada papa, mungkin aku merasa sedikit lebih nyaman. Karena papa selalu membela dan melindungiku disini.
Aku tahu, dari kecil papa memang memanjakanku.
Selama masih ada papa, aku tidak pernah merasa sendirian.
Tidak jarang papa menghabiskan waktu untuk mendengarkan ceritaku, memberi nasihatku dan menonton TV bersama hingga larut malam dikamarku.
Hingga akhirnya papa pun pergi.

Setelah beberapa bulan papa pergi, ada satu keluarga yang masuk ke dalam rumah aki dan nini.
Mereka memang bukan orang lain, tapi bagiku mereka tetap saja orang asing.
Ia, mereka adalah keluarga dari salah satu adik kandung Papa.
Mereka pindah dan memutuskan untuk tinggal dirumah ini bersama ke-empat anaknya.
Aku harus mengalah dan meninggalkan kamar kesayanganku untuk dipakai bersama adiknya papa dan istrinya itu.
Kini aku tahu mengapa papa tidak suka dengan istri adiknya papa, seringkali aku memang cekcok dengannya.
Dan, aku merasa lama kelamaan mereka menjadi menguasai seluruh rumah ini.
Aku yang disini hanya menumpang, selalu mengalah dan menerima keputusan keluarga Om ku.
Bahkan aki dan nini pun hanya bisa diam mengikuti apa kemauan mereka.

Semalam aku bertengkar dengan si Tante itu ma, pa.
Mataku memanas dan tiba-tiba perih sekali. Rasanya, memang tidak mudah menahan air mata agar tidak jatuh.
Aku memutuskan untuk pergi dari rumah dan tinggal beberapa hari dirumah adik perempuan papa.
Aku sedih.
Rasanya mereka memang tidak menganggapku ada dirumah itu.
Mereka merasa memiliki segalanya, hingga mereka dengan seenaknya bisa mengatur segala apa yang ada dirumah itu.
Tidak jarang, aku merasa sangat ingin sekali cepat-cepat bertemu dengan kalian diatas sana.
Tidak ada yang melindungiku disini.
Tidak ada yang membelaku disini.

Mama pernah bilang, Perempuan yang kuat itu tidak boleh terlalu sering untuk memperlihatkan air matanya, Agar orang-orang diluar sana tidak menganggapmu lemah dan makin berbuat seenaknya.
Tapi maaf, ma. Sepertinya aku belum bisa menjadi perempuan kuat sepertimu.
Ma, Pa.
Hidup menjadi seorang anak yatim piatu itu bukanlah hal yang mudah.
Aku rasa kalian mengetahui itu.
Dan aku semakin tidak dihargai karena disini aku hanya tinggal seorang diri.
Aku bisa apa?

Tidak ada komentar: